Ego, Pemikiran, dan Siasat

Tidak ada seorang pun di antara kita yang dilahirkan dengan kemiripan yang 100%. Tentu saja, dalam kehidupan sehari-hari pun tidak akan ada yang setuju 100%, kecuali ada unsur lain. Tetapi terlepas dari unsur lain itu, ada sebuah pemikiran kecil di dalam hati seseorang yang tidak akan mendukung sebuah gagasan orang lain. Dalam psikologi, hal ini disebut ego. Ego tetapi mempunyai sebuah lawan yang bernama akal. Akal tidak akan menerima pendapat ego secara langsung atau membiarkan aksi dari ego begitu saja. Ada banyak pertimbangan yang perlu diperlihatkan akal kepada ego untuk memastikan tindakan yang dilakukan tidak akan membahayakan si pelaku.

Dalam dunia nyata, ego dan akal begitu nyata adanya. Ada sekelompok orang yang tidak setuju dengan golongan lain. Dengan puluhan argumen yang mereka miliki, mungkin saja kelompok lawan akan beralih pandang, memihak kepada kelompok ini. Akan tetapi, hal itu adalah sebuah utopia khususnya di dunia politik, di mana partai lawan tidak akan langsung setuju begitu saja. Diperlukan banyak siasat demi memenuhi ambisi sebuah partai, dimana dalam hal ini, ambisi partai adalah sebuah ego yang telah diluluskan akal, tetapi sang ego masih terjebak di dalam lingkup yang lebih besar: ratusan mungkin ribuan orang yang mempunyai egonya masing-masing, entah sudah diluluskan akal atau tidak.

Tidak jarang dalam lingkup yang lebih besar ini, banyak sekali dari mereka yang berada di sebuah kelompok memilih sebuah jalan lain demi menelungkupkan pemikiran orang lain yang berada di satu kelompok yang sama. Jalan itu adalah pengaruh, niatan, dan manipulasi. Pada dasarnya, manusia tidak akan mau mengikuti sebuah pemikiran begitu saja. Tidak sekalipun sebuah pemikiran langsung diterima dengan lapang dada, terlebih ada sebuah pemikiran baru yang kontroversi. Tentu, pada dasar pemikiran yang abstrak ataupun tidak bisa dibuktikan dengan kasat mata, tidak akan akan penolakan terhadap hal ini karena penolakan itu sendiri sudah termasuk kepada sebuah pelanggara, menurut pemikiran abstrak ini. Akan tetapi, bagi orang-orang yang mempunyai iman, kekuatan pemikiran ini tidak akan tergoyahkan oleh jutaan pemikiran yang lain. Ini adalah kekuatan terbesar dari iman.

Ada banyak pemikir di dunia ini yang mungkin dirasa terlalu rumit. Ada pemikir yang terlalu mengabstrakkan pikirannya, sehingga muncul ratusan penafsiran di kalangan pengikutnya. Ada pemikir yang membuat kaku pikirannya sehingga segala tindakan yang dilakukan tidak akan ada toleransi sama sekali. Kedua-dua dari pemikir ini tidak akan pernah bersatu. Mungkin terbesit untuk membuat sebuah ekuilibrium ideologi atau pemikiran. Tetapi sayangnya, ego para pemikir ulung ini terlalu kuat untuk dikandangkan dalam presisi yang benar. Dan juga, jangan lupa bahwa tidak ada kandang yang presisi; bahkan sebuah kandangan bersifat subjektif, karena ia hanya mengelompokkan suatu hal berdasarkan idenya sendiri. Hanya perhitungan yang rasional dan saintifiklah yang bisa benar-benar netral, sebab ia didasari oleh zat fisik dan perhitungan empiris yang bahkan orang awam bisa menilai netralitas ini.

Siasat dalam pemikiran, atau pemikiran dalam bersiasat? Keduanya benar, tetapi penggunaan dalam kehidupan sangat berbeda. Hal pertama lebih kepada pencipta idelogi atau pikiran. Hal kedua lebih kepada pengguna pemikiran yang ada. Kedua hal ini saling terhubung. Singkatnya, pemikiran yang telah diciptakan akan digunakan untuk sebuah siasat.

Komentar