4 Hari 3 Malam Trip di Chiang Rai, Thailand

Bagi kebanyakan orang Indonesia yang ingin berkunjung ke Thailand, pilihan tempat yang pasti terpikirkan adalah Bangkok, Phuket, Krabi, dan Chiang Mai. Ada sebuah provinsi kecil yang berada dekat dengan Chiang Mai, yang mana provinsi ini tidak sepadat Chiang Mai, tapi mempunyai banyak lokasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Provinsi itu bernama Chiang Rai. 

Chiang Rai dan Pegunungan
Chiang Rai adalah sebuah provinsi yang berjarak kurang lebih 800 km dari pusat kota Bangkok. Kedua provinsi ini terletak di bagian utara Thailand, hanya saja Chiang Rai terletak lebih utara dan berbatasan langsung dengan Myanmar, tepatnya daerah Tachilek, Shan State. Sebagai daerah pegunungan, provinsi ini terkenal sebagai destinasi wisata pada saat musum dingin. Iklim Chiang Rai pertahunnya berkisar antara 5 - 35 derajat celcius. Suhu terdingin berada pada saat bulan oktober hingga februari. Dengan kepadatan penduduk 1,100/km2, sudah tentu tempat ini lebih sepi jika dibandingkan dengan Bangkok yang kepadatan penduduknya 5,300/km2. 


No Skyscrapper

Kali ini aku akan menceritakan trip 3 hari 2 malam ke Chiang Rai yang dimulai dari Bangkok. Saat terbaik untuk ke Chiang Rai adalah musim dingin dengan kelompok kecil (4-8 orang). Sebelum berangkat, disarankan untuk selalu mengecek hotel dan transportasi yang akan dipakai ke sana. 

Untuk hotel, aku memesan kamar di Wanawes MFU. Hotel ini berada di dalam Universitas Mae Fah Luang atau biasa disingkat MFU. Alasan kenapa kami memilih hotel dalam MFU adalah karena mobilitas yang mudah, dan ada makanan halal yang tersedia di kantin mahasiswanya. Selain itu, MFU juga adalah kampus yang sering disebut sebagai salah satu universitas tercantik di Thailand (ehem..), dan ini juga adalah kampusku dulu saat kuliah B.A. Informasi MFU dapat dilihat di sini.

University in the Park

Kita mulai dengan mengecek hotel terlebih dahulu. Ada dua hotel yang berada di dekat MFU. Hotel pertama adalah wanawes (Traveloka), dan yang kedua adalah Rattana Guesthouse (Google Maps). Hanya wanawes yang bisa dibooking dengan traveloka, dan hotel kedua hanya bisa dibooking dengan menelpon atau via Facebook. Harga kedua hotel sendiri adalah 600 baht per malam atau sekitar Rp. 296,881 menurut kurs XE.com tanggal 22/03/2020. Satu kamar dapat diisi hanya 2 orang, dan ada biaya tambahan 100 baht jika ingin menambah kasur di Rattana Guesthouse. Rattana tidak menyediakan sarapan pagi, tetapi Wanawes ada, dengan biaya tambahan 100 baht. 

Keunggulan Wanawes: 
  • Berada dalam kompleks universitas, dan tersedia shuttle bus gratis (7.00 - 21.00), jadi memudahkan mobilitas ke kantin halal
  • Bisa dibooking via Traveloka atau Booking.com. Staff bisa berbahasa inggris. 
  • Tempatnya tenang, karena berada tepat di samping bukit
Kekurangan Wanawes: 
  • Akses ke luar kampus lumayan lama, harus menunggu shuttle bus MFU, dan songthaew (sejenis angkot Thailand) untuk ke gerbang kampus depan (dari kampus ke gerbang berjarak 2 km). 
Keunggulan Rattana Guesthouse: 
  • Berada tepat di depan restaurant Relax House yang halal (hanya buka jam 17.00 - 22.00)
  • Akses ke kendaraan umum seperti taksi dan bus umum lebih mudah 
Kekurangan Rattana Guesthouse: 
  • Booking hanya bisa dilakukan melalui telepon, pembayaran bisa saat check-in
  • Tidak semua staf bisa berbahasa Inggris
Setelah booking hotel selesai, saatnya booking bus umum ke sana. Saat itu kami memilih bus malam karena biayanya yang murah (599 baht sekali jalan, 1,198 bolak-balik). Bus yang kami pilih adalah sombat tour, dan tiketnya bisa dibooking online Di sini. Tapi sayangnya, pilihan dalam bahasa Inggris masih belum tersedia, sehingga terpaksa minta bantuan teman yang bisa bahasa dan tulisan Thai. Pilih bus yang akan menuju ke Mae Chan atau Mae Sai, tidak masalah, nantinya kita akan minta di stasiun bus agar menurukan kita di depan gerbang MFU (semua bus yang menuju ke dua destinasi ini akan melewati MFU). Pembayaran bus bisa dilakukan dengan online atau ke seven eleven Thailand. Bukti pembayaran jangan dibuang, karena akan dipakai untuk penukaran tiket. Setelah booking selesai, tinggal persiapan packing. 

Tips buat packing: Seminimal mungkin, seefisien mungkin. Waktu itu aku hanya membawa tas backpack ukuran 50 L dan tidak penuh 100%, sisakan sedikit spasi untuk oleh-oleh. Selalu bawa jaket hangat, atau selimut tipis bagi yang tidak tahan dingin. Sarung tangan wool juga boleh dibawa kalau ada. Jangan lupa untuk bawa senter, untuk pendakian di hari kedua.

Saat itu, aku bersama 5 orang teman berangkat ke Chiang Rai dari stasiun bus Sombat Tour Viphavadi. Cara menuju ke stasiun bus Sombat Tour Viphavadi bisa dengan menggunakan ojek motor dari MRT Paholyothin atau MRT Chatuchak Park. Untuk biaya tiket BTS bisa dicek di sini, dan MRT bisa dicek di sini. Selain dengan BTS atau MRT, kita juga bisa menggunakan taksi, yang harga buka pintunya dimulai dari 35 baht. Selalu cek argo taksi yang kita gunakan, atau bisa saja supir taksi akan mematok harga tembak. Applikasi Grab atau Get juga bisa kita gunakan di sini. 



Di stasiun bus Viphavadi, kami menukar tiket online dengan tiket kertas. Kami berangkat dari stasiun bus pada jam 20.30. Perjalanan ke Chiang Rai memakan waktu sekitar 12 jam. Di tengah malam, bus akan berhenti untuk istirahat dan makan malam. Tiket bus yang diberikan ke kita sekaligus dengan kupon yang bisa ditukar dengan susu kedelai kotak, atau bubur atau mie rebus. Mie rebusnya tidak halal, lebih aman mengambil susu atau bubur nasi dengan lauk vegetarian. Waktu istirahat hanya 30 menit, dan setelah itu kembali ke bus semula, jangan sampai salah bus. 



Ada ruang shalat juga di stasiun bus, cuma tempat wudhunya tidak satu ruangan

Pada jam 6.00 pagi, biasanya kita sudah sampai di perbatasan Chiang Mai-Chiang Rai. Di sini akan ada beberapa polisi atau tentara yang naik ke dalam bus untuk mengecek identitas. Siapkan paspor agar mereka bisa mengecek dengan cepat. Ini dilakukan untuk mencegah imigran illegal yang berasal dari kebanyakan negara-negara tetangga Thailand. 

Akhirnya, pada jam 7.30 pagi, kami sampai di depan gerbang MFU. Tidak terlalu padat, karena kebetulan MFU sedang dalam masa ujian pada masa itu. Selesai mengambil tas, kami ke stasiun songthaew untuk menuju ke dalam MFU. Ongkos songthaew 7 baht untuk sekali perjalanan selama 5 menit. Songthaew menganut sistem ngetem, tidak ada jadwal pasti. 

Sesudah sampai di dalam MFU, kami menunggu shuttle bus untuk menuju ke hotel wanawes. Wanawes terletak di dekat asrama Lamduan 6, dan ketika sampai di stasiun Lamduan 6, kita harus turun dan jalan kaki ke hotel wanawes. Check-in bisa dilakukan mulai pagi itu, tapi untuk masuk ke kamar, kita harus menunggu kamar yang kosong. Untungnya ada kamar yang kosong pada pagi itu sehingga kami bisa mandi dan menaruh barang-barang.


Kamar Hotel di Wanawes
Setelah itu, kami pergi dengan shuttle bus untuk ke kantin D1. Ada satu kedai makanan halal di D1, yang letaknya paling pojok kiri kantin. Yang jualan bisa berbahasa melayu dan cukup paham dengan logat Indonesia. Di kantin MFU, semua pembayaran dilakukan dengan kartu elektronik. Kita bisa menukar uang tunai dengan kartu ini di konter yang juga ada di D1. Konter ini buka sejak pagi dan tutup jam 3 sore. Cukup tukar sekitar 500-700 baht untuk konsumsi di MFU. 

Harga makanan di kedai halal adalah 25 baht untuk nasi dan dua lauk, atau bisa juga order dan harganya tertera di menu. Menu yang harus dicoba di kedai ini adalah chu chi gai, sejenis nasi telur dadar dengan orak-arik daging ayam. Untuk minumnya juga ada di lantai kantin yang sama dengan harga 10-20 baht.

Di Chiang Rai, kami membooking sebuah songthaew untuk jalan-jalan. Nama beliau lung Sanit, lung artinya paman dalam bahasa Thai. Jika ada yang butuh nomor Lung sanit, bisa komen dan aku akan berikan melalui japri. Kami berkoordinasi dengan lung sanit mengenai berapa lama kami akan di sini, dan dimana kami akan dijemput. Koordinasi bisa dengan HP atau lisan, dan sebaiknya bawa teman yang cukup paham bahasa Thai. 

Di hari pertama, kami berangkat dari kantin D1 menuju Doi Tung. Perjalanan ke Doi Tung memakan waktu sekitar 1 jam dan jalannya berkelok-kelok. Doi Tung adalah kompleks taman di mana ada tiga tempat menarik: Hall of Inspiration, Royal Villa, dan Mae Fah Luang Garden. Tiket masuk ke tiap tempat seharga 90 baht, dan ada diskon 50% bagi pemegang kartu mahasiswa universitas Thailand. Kami hanya memilih ke Mae Fah Luang Garden. Di sana, kebetulan ada acara budaya, sehingga banyak tempat dadakan yang dibuka. Di sini juga ada cafe dan restaurant, dan menu yang biasa laris adalah macadamia frappe, semacam frapee dengan tambahan macadamia yang diketahui sebagai kacang termahal di dunia menurut Business Insider


Mae Fah Luang Garden
Anak kecil di sisi kiri ikut terfoto :D
Berfoto dengan penduduk suku Akha di Doi Tung
Macadamia Frappe
Selesai dari Doi Tung, kami menuju perbatasan Thailand-Myanmar yang dikenal dengan nama Mae Sai yang memakan waktu 1 jam. Mae Sai adalah perbatasan darat yang dihubungkan dengan sebuah jembatan dua jalan. Di sini yang terkenal adalah tempat belanja baju-baju dan jaket dengan harga murah yang notabene didatangkan dari Tiongkok. Jajanan yang terkenal juga ada seperti buah kering, teh hijau, dan chestnut atau disebut buah berangan dalam bahasa Malaysia. 

Kota Mae Sai cukup ramai dengan turis dan ada beberapa etnis yang ada seperti Akha, Mon. Orang keturunan Tionghoa yang berasal dari Yunnan juga ada di sini dan membuka usaha makanan dan buah kering. 



Di sini juga banyak makanan halal dan ada satu masjid untuk beribadah di sini yang bernama an-noor mosque, lokasinya bisa dicek Di sini. Di Chiang Rai, ada satu makanan khas yang bisa dicoba, namanya Khao Soi. Khao Soi sendiri ada mie yang berkuah santan, agak mirip seperti laksa. Selain mie, ada juga mie goreng renyah sebagai tambahan, dan juga acar sawi dan bawang merah sebagian penyedap. Di Mae Sai, ada satu warung Khao Soi halal yang berada di lokasi ini. Cukup dengan 40 baht, Khao Soi siap disajikan.

Khao Soi, makanan paling enak khas Thailand bagian utara.
Jembatan penghubung Mae Sai - Tachileik
Sesudah dari Mae Sai, kami menuju Golden Triangle. Perjalanan ke sini memakan waktu satu jam. Golden Triangle berada di Chiang Saen. Menariknya tempat ini adalah kita bisa melihat tiga wilayah negara dalam satu pandangan. Wilayah Myanmar, Laos, China dan tentunya Thailand bisa terlihat dengan jelas di sini. 

Dari kiri ke kanan: Myanmar, China, Laos.
Setelah itu, kami kembali untuk makan malam di Relax House Restaurant. Butuh waktu 1,5 jam untuk bisa sampai ke restoran ini. Selesai makan, kami pun kembali ke hotel dengan songthaew Lung sanit. Menu rekomendasi di Relax House: Tom Yam, Yam Pladuk Fuu (crispy catfish salad), dan bisa juga coba sup dagingnya, pedas, asam dan segar. 

Keesokan harinya pukul 2.30 pagi, kami berangkat menuju gunung Phu Chi Faa untuk melihat sunrise. Phu Chi Faa menurut bahasa setempat berarti gunung yang menunjuk langit. ini bisa dilihat dari satu tebing yang mendongak ke atas seolah-olah jari. Perjalanan ke sini memakan waktu sekitar dua jam. Tolong bawa jaket atau selimut, karena suhu selama di dalam songthaew bisa sangat dingin, hingga 5 derajat celcius. Sesampainya di titik pendakian jam 5.00 pagi, kami mulai mendaki. Tidak ada tiket masuk di tempat ini.

Udah hampir 4 derajat
Pendakian memakan waktu 30 menit dengan jarak 1 km. Kabut cukup tebal dan suasana masih gelap, dan ada sekitar 70 - 100 orang yang juga berjalan bersama kita. Di saat ini, senter terang sangat diperlukan. Sesampai di puncak, sesegera mungkin kita harus mencari tempat yang pas untuk mengabadikan momen sunrise. Untuk shalat subuh, kami mencari tempat yang agak kosong dan terpencil. 




Phu Chi Faa
11:12 dengan New Zealand :D

Setelah 3 jam di atas gunung, kami pun kembali ke songthaew dan menuju masjid Darul Aman di kota Chiang Rai untuk shalat jumat. Shalat jumat di sini menggunakan bahasa Thai sebagai khutbahnya, dan mazhabnya terkadang Syafi'i atau Hambali. Seusai shalat jumat, kami berangkat ke Singha Park. Rencananya, kami akan ikut dalam tour kecil seharga 100 baht untuk melihat taman dan kebun binatang yang ada zebra, jerapah, dan kerbau watusi. Sayangnya, jadwalnya tidak pas sehingga kami hanya berswafoto di depan patung singa emas yang menjadi icon nya singha park. 


Darul Aman Mosque, Chiang Rai. Photo Credits to the team



Kami kemudian kembali ke MFU dan berjalan-jalan di taman dalam kampus yang bernama Lan Dao. Di sini biasanya sering ada orang yang jogging atau membawa anjing jalan-jalan. Untuk makan malam, kami makan di Kantin MFU. Di sini ada satu frozen yoghurt yang lumayan enak. Dengan harga 30 baht, semangkuk yoghurt dengan whip cream siap disajikan. 


Lan Dao Park, MFU

Frozen Yoghurt plus Mango + Whipped Cream
Keesokan paginya jam 6.30, kami pergi ke bendungan MFU yang berada di belakang kampus. Untuk ke sana dibutuhkan waktu sekitar 30 menit karena kami berjalan kaki sepanjang 2 km. Sepanjang perjalanan tidak banyak kendaraan yang lewat, hanya ada sesekali sepeda motor yang lewat. Aku pernah ke sana sebelumnya dan melihat kabut di atas danau yang bergerak seperti ombak. Terkesan dengan itu, kami pun ke sana. Tapi sialnya, kami kesiangan jadi ombak kabut yang ada tidak terlalu banyak.



Selesai dari bendungan, kami sarapan di D1 dan pergi ke Chui Fong Tea Plantation. Di sini, cukup banyak wisatawan yang berkunjung, baik lokal maupun asing. Lokasinya yang apik ditambah dengan pemandangan kebun teh yang hijau menbuat banyak orang betah di sini. Di kebun ini juga ada cafe teh dan kue berbahan dasar teh hijau atau bubuk matcha. Tidak ada tiket masuk ke tempat ini. 




Matcha Ice Cream, 60 baht, Photo Credits to the team

Seusai dari sini, kami bergerak ke Tham Luang Cave. Gua ini dalam bahasa Thailand disebut sebagai Doi Nang Non (Bukit nona tidur). Kenapa demikian? Karena menurut cerita rakyat chiang rai, bukit ini adalah jelmaan dari seorang nona yang terbaring setelah bunuh diri setelah terlibat masalah cinta. Gua ini menjadi terkenal karena kasus penyelamatan tim sepak bola chiang rai yang terjebak di dalam gua ini, dan sempat diangkat menjadi film "The Cave". 

Ada shuttle bus gratis yang bisa membawa pengunjung ke sini, walaupun sebenarnya jika berjalan kaki pun tidak terlalu jauh. Di area ini, jumlah pengunjung dibatasi dan hanya 30 orang yang bisa masuk ke kompleks ini selama 15 menit. Lokasinya cukup bagus dan penuh dengan informasi, termasuk maket gunung yang dilengkapi dengan QR code. Di sini juga ada monumen seorang tim penyelamat yang gugur saat bertugas, Saman Kunan, Thai Navy Seal. Masuk ke sini dikenakan biaya 30 baht kalau tidak salah. 



Monumen Saman Kunan
Rencananya setelah itu, kami akan ke Wat Rong Khun atau sering disebut White Temple. Ini adalah salah satu icon wisata Chiang Rai yang paling terkenal. Sayangnya, kuil ini tutup jam 4 sore, sehingga kami pindah ke kuil lain, yang bernama Wat Huay Pla Kang. Di sini gratis, dan tidak terlalu banyak turis. Di sini juga ada patung dewi Kwan In yang besar dan kita bisa naik ke atas patungnya, dengan lift seharga 40 baht sekali naik, atau 20 baht untuk orang Thai. 


Wat Huay Pla Kang
Interior dalam patung Dewi Kwan In



Pemandangan dari atas patung

Pada hari terakhir, kami mengunjungi tiga buah kuil: Wat Rong Khun, Wat Rong Seua Ten, dan Baan Daam. Didirikan oleh Chalermchai Kositpipat pada tahun 1997, Wat Rong Khun atau kuil putih ini sangat terkenal sehingga jumlah wisatawan yang datang cukup ramai. Di sini ada tiket masuk 100 baht untuk orang asing, tetapi orang Thai gratis (Tulisan gratis untuk orang Thai ditulis dalam aksara Thai sehingga orang asing tidak bisa membacanya).







Setelah dari Wat Rong Khun, kami menuju Wat Rong Seua Ten. Kuil ini didirikan oleh muridnya Chalermchai Kositpipat sehingga arsitekturnya mirip. Di sini gratis dan tidak terlalu ramai turis. 


Wat Rong Seua Ten, atau Blue Temple

Sesudah itu, kami menuju Baan Daam. Ini mirip semacam museum yang berisi aneka barang yang terbuat dari bagian hewan seperti tanduk kerbau, bulu merak, dan beberapa hewan lainnya. Ini lebih mirip seperti kompleks museum dan perlu waktu sekitar 1 jam untuk melihat pajangan yang ada. Untuk masuk ke sini, dikenakan biaya 80 baht untuk semua orang. Bagi pemegang kartu mahasiswa universitas Thailand, gratis. Peringatan: Beberapa area di museum ini bergambar vulgar, sehingga diharapkan tidak shock dengan ukiran yang ada.  


Baan Daam, atau Black House



Sesudah itu, kami pun kembali ke kantin D1 untuk makan siang dan mempersiapkan diri untuk kembali ke Bangkok. Untuk Sombat Tour, tempat menunggu bus berada di sebelah kiri gerbang kampus, sebelum Relax House, lokasinya berada di sini. Bus mungkin akan sampai lebih terlambat dari jadwal hingga 30 menit. 


Lung Sanit (No. 4 dari kiri), orangnya baik sekali, sabaran, dan nyetirnya handal

Jika ada pertanyaan mengenai trip ke Chiang Rai, silakan bertanya di kolom komentar di bawah ini. 

Komentar