Trip 2 Hari 1 Malam di Kanchanaburi, Thailand

Setelah sekian lama nggak nulis, ini akhirnya waktu yang tepat untuk mulai membuat blog lagi. Jadi, beberapa minggu yang lalu, aku dan beberapa rekanku memutuskan untuk berkunjung ke sebuah provinsi yang berada di bagian tengah Thailand, yang agak dekat dengan perbatasan Myanmar. Provinsi ini adalah kota kecil tapi objek wisatanya lumayan bervariasi, mulai dari wisata alamnya hingga ke wisata sejarahnya. Bagi yang ingat film "The Bridge Over the River Kwai", pasti tahu dengan provinsi ini, terutama dengan Death Railway. Tolong jangan mengucapkan kata Kwai dengan Kwai nya bahasa Indonesia, karena artinya adalah kerbau dan itu adalah ejekan di sini. Kwai diucapkan seperti kata Kwe (mirip seperti kue).

Sebagai permulaan, kami berangkat dari stasiun Thonburi untuk sampai ke Kanchanaburi. Untuk ke stasiun Thonburinya sendiri, bisa menggunakan taksi, bus, atau kereta MRT untuk yang tidak pengen ribet. Ambil tiket MRT yang menuju ke Bang Khun Non. Harga tiket MRT bisa dicek sendiri menggunakan website resmi MRT yang linknya ada di bagian paling bawah. Setelah sampai di stasiun MRT Bang Khun Non, kita bisa menggunakan jasa ojek untuk menuju ke stasiun Thonburi, atau bagi yang sanggup, bisa jalan kaki 1,5 kilometer (sekitar 15 menit), sepanjang jalan ada satu pasar basah yang lumayan ramai kalau di pagi hari. 

MRT yang biasanya cuma di bawah tanah, bisa naik ke atas

Begitu sampai di stasiun Thonburi, hal pertama yang harus dilakukan adalah membeli tiket. Tiket kereta api ke Kanchanaburi mempunyai dua stasiun: stasiun Kanchanaburi yang dekat sama river Kwai, dan stasiun Nam Tok, yang kereta apinya akan berjalan di rel di pinggir tebing. Kami waktu itu membeli tiket ke stasiun Nam Tok seharga 100 baht. Harga tiketnya berbeda untuk warga lokal dan turis asing, yang walaupun kita memang mahasiswa atau pekerja asing di Thailand, harganya tetap akan sama. Mau coba ngomong bahasa Thai? Tidak bisa, soalnya petugasnya tetap akan memeriksa KTP Thailand satu persatu. Alhasil kamipun harus membeli tiket dengan harga 100 baht.


Ada dua jadwal kereta api ke Kanchanaburi, 7:50 dan 13:55. Usahakan naik kereta yang pagi, karena kereta api ini memakan waktu sekitar 4 jam setengah. Dan untuk tiket 100 baht, hanya ada kipas angin. 


Tiket yang sudah dibeli
Jadwal kereta api di Stasiun Thonburi


Setelah semuanya siap, dan keretanya sampai, ayo kita berangkat
!

Suasana dalam kereta

Pas kereta melewati tebing, semuanya langsung bangun

Setelah 4 setengah jam di dalam kereta, akhirnya kami sampai di stasiun Nam Tok. Sesampainya di sana, akan ada banyak sekali supir-supir yang menawarkan jasa angkot atau van ke beberapa tempat. Maklum, ini bukan bangkok, tidak ada BTS atau MRT. Bus umum dan ojek? Ada sih, tapi tiap tempat yang mau dikunjungi bisa memakan waktu sejam lebih. Akhirnya pilihan kami jatuh kepada seorang supir angkot dengan truk yang dimodifikasi yang muat untuk 8 orang. Supir ini mematok harga 1200 baht untuk pergi ke tiga tempat wisata: Hellfire pass, air terjun Sai Yok Noi, dan the Brigde Over River Kwai. Kalau dibagi 6, satu orang membayar hanya 200 baht atau sekitar 100,000 rupiah dengan kurs 21/03/2020. Kami berenam pun naik dan menuju masjid terdekat. Dan ada satu masjid yang ada di dekat situ bernama Masjid Al Muhajirin.

Masjidnya yang sederhana tapi cukup dirawat dengan baik

Di situ kami shalat dan kemudian melanjutkan perjalan ke objek wisata pertama kami, the Hellfire Pass Museum. Sebenarnya nama resminya lebih panjang dari ini, dan kebanyakan orang tahu ini namanya Hellfire pass. Tiket masuk ke tempat ini gratis, tetapi ada kotak donasi bagi yang ingin menyumbang. Tempatnya bersih dan terawat, sebab museum ini diurus oleh pemerintah Australia. 

Bagian depan Hellfire Museum. Photo Credits to Fajar Budi Lestari


Menurut sejarah, rel kereta api ini dibangun oleh tahanan perang berkebangsaan Inggris, Belanda, Australia, dan beberapa bangsa barat lainnya. Tidak ketinggalan, bangsa timur seperti Jawa, Tamil juga diperkerjakan. Mereka semua pekerja paksa yang dibawa oleh tentara Jepang pada saat perang dunia ke-2. 


Museum in terdiri dari dua bagian: Indoor dan Outdoor. Untuk bagian indoor lebih kecil dari outdoor, dan bisa dijelajahi dalam waktu 15-30 menit. Di dalam gedung juga ada video dokumenter singkat bagi yang ingin melihat sejarah rel kereta api ini. Di bagian outdoor, ada area di mana kita bisa melihat langsung bebatuan yang dibelah. Kita juga bisa meminjam audio guide untuk mendengar penjelasan di beberapa lokasi. Ada tiga bahasa yang tersedia: Inggris, Thai, dan Belanda. 

Gambar kerja paksa di area indoor, Credits to Fajar Budi Lestari

Setelah bagian indoor selesai, kita bisa menuju ke luar, di mana kita bisa melihat batu karang yang dibelah untuk menjadi jalan rel. Pada masa itu, mereka melakukannya dengan peralatan tangan sederhana dan bantuan dinamit. Saat kami ke sana, suasanya panas, kering, yang dibuktikan dengan banyaknya pohon yang meranggas, merontokkan daunnya. Di sepanjang area luar, ada beberapa alat pahat dan potongan rel yang bisa dilihat.

Audio guide dan jalan ke rel kereta api


Bukit karang yang dibelah

Monumen peringatan

Setelah menjelajah di tempat ini, kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun Sai Yok Noi. Di Kanchanaburi, ada dua air terjun yang bernama Sai Yok: Sai Yok Noi dan Sai Yok Yaai. Sai Yok Noi berukuran lebih kecil dari Sai Yok Yaai. Perjalanan ke sana dari Hellfire pass memakan waktu sekitar 1 jam. Di sepanjang jalan, tidak banyak terlihat kendaraan, mungkin karena virus corona, pengunjung yang ke sini tidak sebanyak sebelumnya. Di air terjun Sai Yok Noi, hanya ada sekitar 50 - 100 pengunjung, dan mereka semua adalah warga lokal. Sesekali juga ada turis asing yang ke sini. 

Boleh mandi di sini, asal tidak pakai sabun atau sampo


Sayangnya, karena musim panas debit air terjun yang keluar tidak terlalu banyak. Kami lalu melanjutkan perjalanan ke tempat wisata terakhir untuk hari itu, the Bridge Over the River Kwai. Supir truk menawarkan jasanya untuk ke air terjun erawan besok harinya. Tapi karena harganya mahal, kami menolak. Rencana kami adalah setelah dari jembatan, supir truk akan mengantar ke hotel. Tapi berhubung kami tidak jadi booking truk tersebut untuk ke erawan, si supir cuma mengantar sampai jembatan saja. (aduh...). Setelah berjalan 5 menit, sampailah kami ke jembatan sungai Kwai. 

Credits to Syahriar

Di sini, tidak ada tiket masuk. Kita bisa berjalan sepanjang jembatan sampai ke ujung jika mau. Di sini, banyak turis yang berjalan dan berfoto di tengah jembatan. Di sini juga ada banyak jajanan pasar jika kebetulan kita lapar di situ. Menurut cerita pemandu wisata lokal di sini, ada bagian besi yang diimpor dari Jawa, karena pada saat PD2, Thailand belum punya kemampuan untuk membuat besi jembatan. Jika dilihat di jembatan, ada dua jenis lengkungan jembatan. Lengkungan jembatan yang bundar adalah konstruksi jembatan yang asli, dan yang bukan ada lengkungan yang baru. Lengkungan yang baru dibuat setelah jembatan tersebut dibom oleh pesawat sekutu. 

Credits to Fajar Budi Lestari



Pada malamnya, kami menginap di sebuah hostel. Hostel di sini ada beberapa tipe: yang satu kamar bisa tinggal ramai-ramai, atau yang kamar pribadi. Kami memilih yang kamar pribadi dengan harga 600 baht per malam atau sekitar 300 ribuan dengan kurs 21/03/2020. 

T&T Hostel, Kanchanaburi

Bagaimana untuk makanan selama perjalanan? Kami membeli makanan dari sevel eleven. Ada banyak pilihan makanan yang halal. Jika beruntung, ada beberapa pedagang makanan halal di tempat wisata. Jika tidak mau makan di sevel, bisa membawa bekal sendiri atau beli buah potong segar. 

Alasan kami memilih tempat ini juga adalah karena suasananya yang damai, tidak terlalu bising. Dan ada sungai di dekat hostel ini, sehingga kami bisa mendengar suara burung di pagi hari. 

Pemandangan di pagi hari dekat sungai Kwai dari Hostel

Untuk hari kedua, kami hanya pergi ke dua tempat, yaitu pemakaman veteran PD2 yang berada 750 meter dari hostel. Makam ini adalah kompleks pemakaman mereka yang meninggal saat kerja paksa di Thailand. Berbagai pangkat militer yang ada di sini, seperti private first class, captain, lance corporal, bahkan seaman. Tidak jelas apakah jasadnya juga berada di sini, atau hanya sekedar palagan saja. Cukup banyak turis bule yang berkunjung ke sini. 

Ada kejadian menarik saat kami berada di makam. Ada orang dari hostel yang menanyakan kepada kami apakah ada yang ketinggalan dompet di kamar. Ternyata ada satu teman kami yang dompetnya memang ketinggalan di hotel. Petugas hostel pun pergi dengannya menggunakan motor ke hostel untuk mengambil dompetnya. Kami sempat bertanya-tanya, bagaimana bisa orang hostel itu tahu kalau ada kawan kami yang dompetnya ketinggalan. Mungkin saja petugas hostel kelimpungan bertanya sana-sini, tapi kami salut dengan kebaikan petugas hostel itu. 

Selesai dari situ, kami melanjutkan perjalanan ke stasiun bus terdekat. Di dekat makam, sudah ada sebuah songthaew yang menawarkan jasa menuju ke air terjun. Akan tetapi, biayanya 1000 baht untuk round trip, jadi kami hanya minta diantarkan ke stasiun bus saja dengan biaya 20 baht per orang. Di stasiun, ada sebuah bus yang memang akan pergi ke air terjun erawan. Harga tiket per orangnya 50 baht dan ada jadwal keberangkatannya. Bus berangkat tiap 1 jam sekali, jadi cukup fleksibel bagi yang ingin ke tempat lain terlebih dahulu. 

Kami berencana untuk langsung kembali ke bangkok setelah dari air terjun erawan. Ada baiknya jika kita membeli tiket bus yang ke bangkok dulu sebelum naik bus yang ke erawan. Harga tiket bus ke bangkok 120 baht. Busnya muat untuk 24 orang saja, dan ada AC, bahkan di tiap tempat duduk ada kabel USB, cukup menolong bagi yang ingin mengecas HP. 

Bus ke erawan
Di dalam bus tidak ada AC, yang ada hanya kipas angin. Bus ini juga mengambil penumpang di pinggir jalan, tapi sebaiknya kita tetap naik dari stasiun, karena bisa saja busnya sudah duluan penuh di stasiun.

Tiket masuk ke Erawan National Park adalah 100 baht untuk orang Thai, dan 300 baht untuk orang asing. Bagi pekerja asing, tidak ada gunanya membawa ID card atau work permit untuk mendapatkan diskon. Untuk mahasiswa, harga tiketnya hanya 50 baht, mau orang Thai atau tidak. Petugasnya akan naik ke atas bus dan meminta semua yang naik untuk bayar di tempat. Bus akan berhenti di satu tempat di mana kita juga akan naik bus ke Kanchanaburi. 

Credits to Fajar Budi Lestari

Erawan National Park terkenal dengan air terjun tujuh tingkat. Satu tingkat ke tingkat yang lain jaraknya berbeda-beda, seperti misalnya tingkat 1 dan 2 yang cukup dekat, dan tingkat 3 yang lumayan jauh. 

Credits to Fajar Budi Lestari

Credits to Fajar Budi Lestari

Credits to Fajar Budi Lestari

Untuk sampai ke puncak ke tujuh, dibutuhkan waktu setidaknya 2 jam, karena medan perjalanan yang mendaki dan kebanyakan tidak bertangga. Tapi, semua itu terbalas dengan baik ketika sudah sampai di puncak ke tujuh. Banyak wisatawan yang bermain air atau mandi di sini. Sabun dan shampo dilarang di sini, dan di semua titik air terjun ada penjaganya, seperti polisi hutan di Indonesia. 

Di tingkat ke tujuh

Disarankan untuk berhati-hati saat di tiap air terjun, karena ada beberapa titik yang licin disebabkan lumut. Di sini juga ada beberapa gua alami dan stalaktit yang jumlahnya lumayan banyak. 

Setelah puas di air terjun, kami kembali ke terminal bus Kanchanaburi dengan sebuah bus yang menunggu di titik penjemputan. Setelah kami kembali ke sana, kami menunggu mini bus yang akan berangkat ke Bangkok. Perjalanan ke Bangkok memakan waktu 2 jam atau 3 jam, tergantung kemacetan di kota Bangkok. Kami memilih untuk turun di stasiun BTS Mo Chit, yang terkoneksi dengan MRT Chatuchak Park. 

Demikian ringkasan perjalanan kami selama 2 hari 1 malam di Kanchanaburi. 


Links for Further Read



Thonburi Train Station: https://goo.gl/maps/QgPQQP7dCu8H4MtRA




Komentar